Followers

Friday, 9 August 2013

Islam Dan Kekerasan



Sejak masa penyebaran agama Islam, banyak yang menganggap Islam dan umat Islam sebagai musuh, dan sampai hari ini masih banyak pihak yang tidak suka melihat perkembangan Islam dan umat Islam. Caranya dengan menyebarkan informasi yang salah tentang Islam dan penganutnya yang berjumlah sekitar dua milyar di seluruh dunia. 

Muhammad Elmasry, Presiden Canadian Islamic Congress, dalam tulisannya yang berjudul History Dispel the Lies About Islam mengungkapkan, propaganda dengan cara disinformasi semacam ini sangat ampuh untuk melemahkan Islam dan umat Islam. 

Namun ia meyakini, fakta sejarah dan kebohongan yang terus menerus dilontarkan, justru akan menampakkan kebenaran Islam dan umat Islam. 



Al-Quran, Menjaga Keaslian Ajaran Agama Islam 
Teknik yang paling terkenal dalam perang propaganda adalah penyebaran 'informasi yang salah' tentang pihak musuh.Disinformasi merupakan kata baru untuk kebohongan di era postmodern seperti sekarang ini. 

Jika seseorang mengulangi kebohongan yang sama berulang-ulang, kemampuan berfikir kritis orang-orang yang mendengarnya akan mati rasa dan tanpa kehadiran argumen yang melawannya, pada akhirnya kebohongan-kebohongan tidak bisa dipisahkan dari kebenaran. 

Elmasry mengungkapkan, Islam sejak berabad-abad yang lalu sudah memiliki banyak musuh dan musuh yang banyak itu masih ada hingga sekarang. Salah satu kebohongan yang kerap dikabarkan oleh orang-orang yang ingin merusak Islam adalah bahwa umat Islam menyebarkan agamanya dengan pedang. 

Meski demikian, tidak ada agama yang saat ini masih bertahan di dunia ini, yang secara persis terdokumentasi seperti agama aslinya, baik dalam hal wahyu, pesan-pesan maupun ajarannya. Berbeda dengan Islam, sejak kemunculannya melalui Nabi Muhammad Saw dan penyebarluasan ayat-ayat Al-Quran yang dilakukannya, sejarah Islam tercatat dengan baik. Mulai dari zaman nabi-nabi sampai sekarang, Al-Quran memberikan tuntunan dan mengajarkan disiplin dalam kehidupan sehari-hari. Seiring dengan menyebarnya Islam, kehidupan dan ajaran-ajaran dari para nabinya telah tercatat dengan baik. 

Sementara di agama Kristen dan Yudaisme tokoh-tokoh yang paling berpengaruh dan dipuja adalah mereka yang berasal dari waktu ketika agama itu baru dikenalkan. Sedangkan di dalam Islam, umat Islam yang hidup di zaman Nabi Muhammad Saw dan yang mencakup ajaran Al-Quran lah yang menjadi contoh bagi para penganut Islam selanjutnya. Banyak dari perbuatan dan pemikiran mereka yang dicatat untuk kepentingan generasi berikutnya. 



Tidak Ada Paksaan untuk Memeluk Agama Islam 
Kembali pada apakah Al-Quran mendorong umat Islam untuk menyebarkan keyakinannya dengan paksaan, atau apakah Nabi Muhammad sendiri menjadi contoh kekerasan yang diikuti oleh umat Islam; maka seseorang, menurut Elmasry, harus merujuk pada sumbernya. 

Al-Quran dengan jelas menyatakan bahwa tidak ada paksaan untuk memeluk agama Islam sebagaimana dapat dibuktikan melalui firman Allah: 
"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
 [QS.2:256] 

Perintahnya sudah jelas, tidak ada pengecualian-pengecualian. Paksaan, pengerahan kekuatan, kekerasan, bujuk rayu, penyesatan, penipuan, pendangkalan iman - atau apapun istilah yang digunakan - karena hal semacam itu tegas-tegas dilarang. Dan ketahulah, tidak ada kitab suci lain yang menegaskan hal semacam ini pada para penganutnya, selain Islam. 

Sebagai buktinya, kata Elmasry, bisa dilihat di negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim seperti Indonesia dan Malaysia yang sepanjang sejarahnya tidak pernah diduduki tentara Muslim asing mana pun yang datang untuk memaksakan Islam di kedua negara itu. Begitu juga dengan kehidupan wilayah Muslim di Cina, di wilayah-wilayah sun sahara di Afrika, Amerika, Eropa dan Turki. Semua negara atau wilayah ini diperkenalkan kepada Islam melalui umat Islam lainnya, bukan oleh tentara Islam. 

Bahkan di Mesir, di mana penganut Islam awalnya kebanyakan dari tentara-tentara bangsa Arab. Islam menyebar perlahan-lahan ke seluruh Mesir lebih dari 400 tahun. Rakyat Mesir mencintai Islam karena nilai-nilai yang diajarkannya seperti keadilan, persamaan, modernitas dan kebebasan. Di Mesir, seperti juga di Persia, Suriah Raya, India, Afrika Utara dan Spanyol, para mualaf dengan bebas memeluk agama Islam karena Islam menawarkan perbandingan yang lebih dibandingkan dengan agama lainnya yang masih ada pada saat ini. 

Pada masa-masa awal, mereka yang dibatasi dan ditindas karena kekakuan ajaran agama Kristen dan tradisi-tradisi Yahudi, atau mereka yang dikesampingkan karena sistem kasta dalam agama Hindu, tertarik dengan agama Islam yang tidak mengenal sistem hierarki kasta. Mereka mengagumi Islam yang mengajarkan ketauhidan bahwa Tuhan itu satu dan hanya Dia yang patut disembah oleh semua makhluk di bumi ini, bahwa manusia bisa berkomunikasi langsung dengan Tuhanya dan tidak ada dosa warisan, karena setiap manusia bertanggung jawab penuh atas perbuatannya sendiri-sendiri. 

Kenyataannya, Islam menyebar ke sejumlah tempat secepat peluru, tapi tidak ada peluru dalam arti yang sebenarnya terlibat dalam penyebaran itu. Konsep menyeluruh tentang 'pindah agama atau mati' sama sekali asing dan tidak ada dasarnya dalam keyakinan dan ajaran agama Islam. Al-Quran sendiri mendorong adanya kemuliaan setiap kehidupan umat manusia dengan mengatakan bahwa membunuh orang lain adalah sama halnya dengan membunuh seluruh umat manusia. 



Sejarah Membuktikan Umat Islam Kerap Menjadi Korban Kekerasan 
Umat Islam tidak menyalahkan agama apapun atas kekejaman yang yang dilakukan oleh mereka yang mengklaim penganut agama tertentu. Umat Islam tidak menyalahkan Yudaisme itu sendiri atas ketidakadilan yang dilakukan Yahudi terhadap bangsa Palestina. Umat Islam tidak semata-mata menyalahkan agama Kristen atas kejahatan yang dilakukan gereja di abad pertengahan dengan perang salibnya, atas kekejaman yang dilakukan pasukan Kristen ketika menaklukan Spanyol yang diikuti dengan penganiayaan dan pengusiran atas umat Islam. Umat Islam tidak menyalahkan siapapun atas pemeriksaan yang super ketat dan mengerikan dan atas pembantaian yang mengatasnamakan Hari Santa Bartholomeus, serta sejumlah tragedi serupa lainnya. 

Elmasry berpendapat, ketiga agama, baik Yudaisme, Kristen dan Islam memiliki akar yang sama yaitu tradisi Arab yang mengajarkan hal yang sama yaitu keadilan, persamaan dan melarang kekerasan. Mereka yang memulai 'masalah' agama dengan menggunakan kekerasan adalah orang yang justru menghina kesucian ajaran agamanya sendiri. 

Muslim generasi awal di Arab Saudi bahkan mengalami penyiksaan, hingga mereka hijrah dari Makkah ke Madinah, namun mereka tetap dikejar-kejar oleh para penyembah berhala yang ingin memusnahkan mereka. Dan itulah awal mula umat Islam mulai mengangkat senjata namun dengan tujuan mempertahankan diri. Dan ini bukanlah perang agama, tapi lebih pada pertikaian politik yang terpaksa terjadi di mana kaum kaya dan berkuasa di Arab Saudi pada abad ke-6 Masehi merasa status dan kedudukan mereka terancam oleh keberadaan umat Islam. 

Umat Islam sendiri tidak pernah bertujuan untuk memaksa para penyembah berhala itu agar memeluk agama Islam, tapi hanya untuk mempertahankan diri mereka. Sama halnya dengan kaum pagan yang tidak berkeinginan untuk menindas agama Islam, tapi lebih pada keinginan untuk menumpas para pemeluk Islam melalui kekuatan politik. 

Lebih lanjut, Elmasry yang juga seorang profesor bidang teknik listrik dan komputer di Universitas Waterloo, Kanada ini mengungkapkan bahwa Nabi Muhammad Saw dan pengikutnya kembali ke Makkah dengan kemenangan dan dengan cara damai. Ia memaafkan semua orang yang pernah menyulut dan mengobarkankan perang terhadap diri serta para pengikutnya. 

Sikap Nabi Muhammad yang mulia dan pemaaf ini merupakan refkleksi ajaran yang dituangkan dalam ayat-ayat Al-Quran yang sangat menekankan pentingnya adab, sopan santun, silaturakhmi, saling mengasihi, saling memaafkan, dan selalu mengedepankan perikemanusiaan, bahkan di tengah-tengah konflik yang keras sekalipun. 

"Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. 
Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka."(Al-Furqon, 63-64) 






[ln - MediaMonitors - eramuslim] 


No comments: